MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOTITON (CIRC)
A. Pengertian
Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Compotition ( CIRC )
CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition,
termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya
merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan Slavin
dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap
untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar.
Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi
juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan
Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan
sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan
secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang
penting.
Jadi CIRC merupakan program yang komprehensif untuk mengajari
pembelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi
di sekolah dasar.
B. Komponen-Komponen dalam
Model Pembelajaran CIRC
Model pembelajaran CIRC menurut Slavin dalam Suyitno (2005: 3-4)
memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:
1)
Teams, yaitu pembentukan
kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.
2)
Placement test, misalnya
diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai
rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu.
3)
Student creative, melaksanakan tugas dalam
suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu
ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
4)
Team study, yaitu tahapan tindakan belajar
yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada
kelompok yang membutuhkannya.
5)
Team scorer and team
recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan
penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
6)
Teaching group, yakni
memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
7)
Facts test, yaitu pelaksanaan
test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
8)
Whole-class units, yaitu
pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan
strategi pemecahan masalah.
C. Kegiatan Pokok Model Pembelajaran CIRC
Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah
meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu:
a)
Salah satu anggota atau
beberapa kelompok membaca soal.
b)
Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal
pemecahan masalah.
c)
Saling membuat ikhtisar/rencana
penyelesaian soal pemecahan masalah.
d)
Menuliskan penyelesaian soal
pemecahan masalah secara urut, dan
e)
Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian
(Suyitno, 2005:4)
Model
pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu menurut pertama kali dikembangkan
oleh (Steven and Slavin, 1981), dengan langkah-langkah:
1. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru
memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa
bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan
terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan
hasil kelompok.
5. Guru
memberikan penguatan
6. Guru
dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
7. Penutup.
Dari
setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai
berikut:
1. Fase
Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu
konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
2. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini
memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya,
mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami
dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif
pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk
menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk
membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa
terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama
proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan
reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih
berhubungan,
juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang
eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
3. Fase
Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan
itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil
pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan
barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima
kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
Cara
untuk menentukan anggota kelompoknya adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan peringkat siswa
Dengan cara mencari informasi tentang skor rata-rata
nilai siswa pada tes sebelumnya atau nilai raport. Kemudian diurutkan dengan
cara menyusun peringkat dari yang berkemampuan akademik tinggi sampai terendah.
2.
Menentukan jumlah kelompok
Jumlah kelompok ditentukan dengan memperhatikan
banyak anggota setiap kelompok dan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.
3.
Penyusunan anggota kelompok
Pengelompokkan ditentukan atas dasar susunan
peringkat siswa yang telah dibuat. Setiap kelompok diusahakan beranggotakan
siswa-siswa yang mempunyai kemampuan beragam, sehingga mempunyai kemampuan
rata-rata yang seimbang.
Roger
dan David Johnson dalam Anita Lie (2008 :31) menyatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan. Kelima model tersebut yaitu:
bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan. Kelima model tersebut yaitu:
1. Saling ketergantungan positif
Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa
bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa
berhasil.
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa
bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa
berhasil.
2. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini
merupakan akibat langsung dari yang pertama.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model
Pembelajaran kooperatif setiap siswa akan merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model pembelajaran
kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model
Pembelajaran kooperatif setiap siswa akan merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model pembelajaran
kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
3.
Tatap muka
Setiap kelompok
harus diberiakan kesempatan untuk bertemu
muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil
pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing.
Jadi, para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk
saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka
dan interaksi pribadi.
muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil
pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing.
Jadi, para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk
saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka
dan interaksi pribadi.
4. Komunikasi antar anggota
Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok ini juga
merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung
menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Proses ini sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung
menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Proses ini sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5.
Evaluasi proses kelompok
Guru perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang
beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang
beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif
D. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CIRC
Secara khusus, Slavin dalam Suyitno (2005:6) menyebutkan kelebihan
model pembelajaran CIRC sebagai berikut:
a)
CIRC amat tepat untuk
meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
b)
Dominasi guru dalam
pembelajaran berkurang.
c)
Siswa termotivasi pada hasil secara teliti,
karena bekerja dalam kelompok.
d) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya.
e)
Membantu siswa yang lemah.
Kekurangan
model CIRC adalah:
a)
Pada saat persentasi hanya
siswa yang aktif tampil.
b)
Tidak semua siswa bisa
mengerjakan soal dengan teliti.
E.
Penerapan Model Pembelajaran CIRC
Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dapat ditempuh dengan:
1.
Guru menerangkan suatu pokok
bahasan matematika kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi
materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan.
2.
Guru memberikan latihan soal.
3.
Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan
keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui
penerapan model CIRC.
4.
Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa
yang heterogen.
5.
Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah
dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok.
6.
Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok
terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik.
7.
Setiap kelompok bekerja
berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok.
8.
Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau
hambatan kelompoknya.
9.
Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa
setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah
yang diberikan.
10. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya.
11. Guru bertindak sebagai nara
sumber atau fasilitator.
12. Guru memberikan tugas/PR
secara individual.
13. Guru membubarkan kelompok dan
siswa kembali ke tempat duduknya.
14. Guru mengulang secara
klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan masalah.
15. Guru memberikan kuis.
DAFTAR
PUSTAKA
Suriansyah, A. Dkk. 2009. Bahan
Ajar Cetak Strategi Pembelajaran. Banjarmasin
Suyitno, Amin. 2005. Mengadopsi
Pembelajaran CIRC dalam Meningkatkan Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita. Seminar
Nasional F.MIPA UNNES.
Sekedar info buat yang minat dan ingin beli obat kuat pria bisa langsung klik aja tautan atau phone 0858 5208 7449
BalasHapus